Museum Akademi Angkatan Udara

Bapak AURI dan namanya dijadikan sebagai nama Pangkalan Udara Kalijati pada tahun 2001 Komodor Udara R. Soerjadarma

Soerjadi Soerjadarma lahir di Kota Banyuwangi, Propinsi Jawa
Timur, 6 Desember 1912, anak dari R. Suryaka Soerjadarma
pegawai bank di Banyuwangi, yang masih memiliki garis
keturunan dari Kraton Kanoman, Cirebon. Buyutnya adalah
Pangeran Jakaria alias Aryabrata dari Kraton
Kanoman. Sedangkan kakeknya adalah Dokter Pangeran Boi
Suryadarma. Suryadarma ikut keluarga kakeknya di Jakarta
setelah menjadi yatim piatu.
Selain keturunan keraton, Soerjadarma hidup dalam keluarga
yang memiliki pendidikan modern dan berpandangan
luas. Pada usia enam tahun, tepatnya tahun 1918, Suryadarma
masuk sekolah ELS (Eropese Lagere School) yaitu Sekolah Dasar
khusus untuk anak Eropa atau Cina dan anak-anak Indonesia
yang miliki keturunan bangsawan atau anak pejabat yang
kedudukanya bisa disamakan dengan Bangsa Eropa.
Tahun 1926, Soerjadarma menyelesaikan pendidikanya di ELS,
yang kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya
yaitu HBS (Hogere Burgere School) di Bandung. Namun sebelum
berhasil menamatkan sekolahnya di kota ini, ia harus berpindah
ke Jakarta dan melanjutkan di KWS-III (Koning Willem School)
Jakarta, sekolah ini sederajat dengan HBS, dan berhasil
diselesaikan tahun 1931.
Setelah lulus dari KWS-III, Soerjadarma terus berusaha mengejar
cita-citanya yang sudah tertanam sejak kecil, yaitu menjadi
penerbang. Kemauan keras Soerjadarma untuk menjadi
penerbang, dijalaninya dengan penuh semangat tanpa putus
asa. Namun untuk mengejar cita-citanya ini jalan yang
ditempuh masih panjang. Dari KWS ia tidak dapat langsung
mengikuti pendidikan penerbang, Ia harus menjadi perwira
dahulu. Untuk menjadi perwira, tidak ada jalan lain kecuali
mengikuti pendidikan perwira di KMA (Koninklijke militaire
Academic), yang saat itu hanya ada di Breda Negeri Belanda.
Kemudian pada Bulan September 1931, Soerjadarma
mendaftarkan diri masuk pendidikan perwira di KMA Breda
dan menjadi kadet (taruna) KMA.
Dasar-dasar kemiliteran dan kepemimpinan Suryadarma
diperolehnya ketika mengikuti Akademi Militer di Breda,
Belanda yang ditempuh selama tiga tahun. Setelah lulus dari
Akademi Militer Breda pada tahun 1934, Soerjadarma
ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmigen,
Negeri Belanda, akan tetapi satu bulan kemudian dipindahkan
ke Batalyon I Infantri di Magelang sampai bulan November
1936. Dengan status sebagai perwira dengan pangkat Letnan
Dua, akhirnya Soerjadarma mendaftarkan diri sebagai Calon
Cadet Penerbang. Dua kali mengikuti test masuk Sekolah
Penerbang, namun selalu gagal dengan alasan ia menderita
sakit Malaria. Namun berkat keuletan dan kemauan yang keras,
pada test yang ketiga Soerjadarma akhirnya dapat diterima
menjadi siswa penerbang yang diselenggarakan di Kalijati.
Soerjadarma menyelesaikan pendidikan Sekolah Penerbang
pada bulan Juli 1938, namun tidak pernah
diberikan brevet penerbang berhubung adanya politik
diskriminasi Belanda, yang tidak mengizinkan seorang pribumi
untuk menjadi penerbang karena Militaire
Luchtvaartdient merupakan kelompok elite Belanda saat itu.
Teman sekamarnya ketika di Akademi Militer Breda, Captain A.L.
Cox yang telah menjadi instruktur penerbang di Kalijati sudah
tiga kali mengajukan Soerjadarma untuk di checkride, akan
tetapi tetap ditolak dan hanya diberikan kesempatan untuk
mengikuti ujian sebagai navigator.
Bulan Juli 1938, Soerjadarma mengikuti pendidikan di Sekolah
Pengintai (Waarnemerschool), yang kemudian pada bulan Juli
1939 ia ditugaskan sebagai navigator pada Kesatuan Pembom
(Vliegtuiggroep) Glenn Martin di Andir Bandung. Bulan Januari
1941, ia dipindahkan untuk menjadi instruktur pada Sekolah
Penerbang dan Pengintai (Vlieg en Waarnemerschool) di
Kalijati.

Setelah satu tahun menjadi instruktur, sejak Desember 1941 ia
ditempatkan pada Kesatuan Pembom di 7 e Vliegtuig Afdeling,
Reserve Afdeling Bommenwerners, yang dilaksanakan sampai
bala tentara Jepang mendarat di Indonesia tanggal 8 Maret 1942
Pada masa penjajahan Jepang, para perwira KNIL mendapat
kesempatan untuk melarikan diri ke Australia, namun
Soerjadarma tetap memilih untuk tetap tinggal di tanah
air. Selama penjajahan Jepang, Soerjadarma banyak mengalami
kesulitan. Melalui ajakan Komisaris Polisi Yusuf, ia menjadi
Polisi Jepang. Sebagai orang yang pernah mendapat pendidikan
militer, Soerjadarma menjalani tugasnya di kepolisian dengan
disiplin dan suka bekerja. Semula ia menjabat sebagai Kepala
Seksi III/2 dan kemudian menanjak menjadi Kepala Administrasi
Kantor Polisi Pusat di Bandung sampai dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sesudah
proklamasi, ia bergabung dengan pejuang-pejuang bangsa
lainnya dalam mempertahankan dan menegakkan kedaulatan
Republik Indonesia. Sejak saat itu Soerjadi Soerjadarma
sepenuhnya ikut dalam kancah revolusi Indonesia. Meskipun
mendapat ancaman dari Jepang, tetapi ia bertekad untuk tetap
bergabung dengan pejuang-pejuang Indonesia lainnya untuk
ikut mendharmabhaktikan dirinya dalam upaya menegakkan
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Pesawat yang berhasil diperbaiki tersebut kemudian
dimanfaatkan dalam rangka penerbangan mengunjungi
pelosok-pelosok di daerah Pulau Jawa. Hal itu dilakukan
sebagai media dalam mengobarkan semangat perjuangan dan
menumbuhkan minat dirgantara nasional, sekaligus untuk
menunjukkan eksistensi AURI sejajar dengan Angkatan lainnya.
Pada tanggal 27 Februari 1948, Komodor Udara Soerjadi
Soerjadarma mendapat tugas rangkap sebagai KSAP (Kepala
Staf Angkatan Perang) Republik Indonesia. Dan ketika Belanda
melakukan aksi Militer II tahun 1948, ia ikut tertawan bersama
pimpinan Republik yang lain, dan dibuang ke Pulau Bangka.
Kemudian tahun berikutnya, dalam memperkuat delegasi
Indonesia menghadapi perundingan dengan pihak Belanda di
KMB, Soerjadarma turut sebagai penasihat militer. Demikian
juga pada waktu penyerahan kedaulatan tahun 1949. Pada
tanggal 27 Juni 1950, Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma
dengan resmi menerima penyerahan Markas Besar Koninklijke
Militaire Luchtvaart (Angkatan Udara Belanda) kepada Angkatan
Udara Republik Indonesia. Upacara ini mengakhiri serangkaian
upacara penyerahan pesawat udara militer dan pangkalan
Angkatan Udara di beberapa tempat di Indonesia kepada AURI.
Tahun itu juga, ia menyelenggarakan program pendidikan
Kadet, antara lain mengirim sejumlah calon penerbang ke luar
negeri, yaitu pada bulan Mei 1948 sebanyak 20 Kadet AURI
dikirim ke India, tujuannya adalah mengusahakan pendidikan
penerbang.

Bapak AURI